Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha (PKKU) kembali menjadi sorotan dalam sengketa antara PTMCPI dan DJP. Koreksi senilai USD532,624 atas Harga Pokok Penjualan (HPP) dalam SKPLB PPh Badan Tahun Pajak 2021 didasarkan pada pandangan DJP bahwa PTMCPI belum menerapkan prinsip kewajaran dengan tepat. Namun, melalui Transfer Pricing Documentation (TP Doc.) yang komprehensif dan berbasis OECD Transfer Pricing Guidelines serta PMK 213/PMK.03/2016, PTMCPI berhasil membatalkan koreksi tersebut di tingkat banding.
PTMCPI merupakan perusahaan manufaktur bahan kimia poliuretan yang memproduksi berbagai jenis resin dan bahan kimia turunan untuk kebutuhan industri. Dalam menjalankan kegiatan usahanya, PTMCPI melakukan sejumlah transaksi afiliasi dalam satu grup usaha. Dalam Dokumen Lokal Tahun Pajak 2021, PTMCPI menerapkan dua metode transfer pricing, yaitu metode Comparable Uncontrolled Price (CUP) eksternal untuk transaksi pembelian produk Cosmonate T-80 dan Cosmonate M-200 K dari pihak afiliasi, serta metode Transactional Net Margin Method (TNMM) untuk menguji kewajaran transaksi afiliasi lainnya, baik pembelian produk lain maupun penjualan kepada pihak afiliasi. Pendekatan ini juga telah dijelaskan PTMCPI melalui laporan keuangan tersegmentasi dan pernyataan tertulis sesuai PER-22/PJ/2013 tentang pedoman pemeriksaan terhadap wajib pajak yang memiliki hubungan istimewa.
Sengketa ini berakar dari perbedaan pandangan antara PTMCPI dan DJP terkait metode serta data yang digunakan dalam pengujian kewajaran transaksi afiliasi. Pertama, DJP menolak penerapan metode Comparable Uncontrolled Price (CUP) eksternal yang digunakan oleh PTMCPI khusus untuk transaksi pembelian bahan baku kimia Cosmonate T-80 dan M-200 K. Menurut DJP, PTMCPI tidak menyajikan analisis kesebandingan yang memadai, selain itu terdapat perbedaan signifikan dalam termin pembayaran dibandingkan dengan data pembanding dari database Independent Chemical Information Services (ICIS) yang tidak mencantumkan informasi termin. Oleh karena itu, DJP berpendapat bahwa metode Transactional Net Margin Method (TNMM) lebih tepat digunakan untuk menguji seluruh transaksi pembelian bahan baku.
Kedua, DJP menolak penggunaan data keuangan rata-rata tiga tahun (2019–2021) oleh PTMCPI dalam analisis kewajaran laba atas transaksi pembelian dari pihak afiliasi (produk selain Cosmonate T-80 dan Cosmonate M-200 K) serta atas penjualan produk kepada pihak afiliasi. Menurut DJP, PMK 213/2016 menekankan pendekatan ex-ante sehingga hanya data tahun pajak 2021 yang dapat digunakan. DJP juga menilai pandemi COVID-19 tidak berdampak signifikan pada industri PTMCPI, sehingga penggunaan multi-year data dianggap tidak relevan.
Sebaliknya, PTMCPI menegaskan bahwa produk Cosmonate merupakan barang komoditas dengan referensi harga pasar yang jelas dan tersedia dalam database ICIS, sehingga metode Comparable Uncontrolled Price (CUP) eksternal merupakan pendekatan yang paling tepat. Berdasarkan data perbandingan tahun 2021, harga pembelian PTMCPI selalu berada di bawah atau setara dengan harga pasar ICIS, antara lain: (1) Januari 2021: harga ICIS sebesar USD 2.542/ton, sedangkan harga pembelian dari afiliasi USD 2.540/ton; (2) April 2021: ICIS USD 1.998/ton, pembelian USD 1.950/ton; (3) Oktober 2021: keduanya USD 2.050/ton; dan (4) Desember 2021: keduanya USD 2.350/ton. Dari hasil tersebut, PTMCPI menyimpulkan bahwa harga pembelian Cosmonate T-80 dan M-200 K telah sesuai dengan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha (PKKU), karena masih berada di dalam atau di bawah kisaran harga pasar independen. Adapun perbedaan termin pembayaran, menurut PTMCPI, hanyalah faktor pembanding yang dapat disesuaikan (comparability adjustment), bukan alasan untuk mengganti metode analisis.
Selain itu, PTMCPI berpendapat bahwa untuk menguji kewajaran transaksi pembelian (selain produk Cosmonate T-80 dan Cosmonate M-200 K) serta penjualan kepada pihak afiliasi, PTMCPI menggunakan data keuangan rata-rata tertimbang selama tiga tahun (2019–2021) guna memperoleh hasil yang lebih representatif. Mengacu pada PER-22/PJ/2013 dan SE-50/PJ/2013, analisis beberapa tahun diperlukan karena perbandingan tahunan dapat terdistorsi oleh kondisi ekonomi. Rata-rata margin laba operasi PTMCPI sebesar 6,41% masih berada dalam kisaran kewajaran pembanding yaitu 3,09%–7,27%. Terakhir, PTMCPI juga secara tegas mengecualikan perusahaan pembanding yang mengalami kerugian agar hasil analisis tetap mencerminkan kondisi ekonomi normal. PTMCPI merujuk pada paragraf 3.75–3.79 OECD Transfer Pricing Guidelines, yang menjelaskan bahwa penggunaan data beberapa tahun adalah hal yang sesuai untuk mengurangi potensial distorsi akibat siklus usaha dan siklus produk.
Majelis kemudian menilai secara menyeluruh seluruh bukti dan argumentasi yang diajukan kedua pihak. Menurut Majelis, untuk transaksi komoditas kimia seperti Cosmonate T-80 dan M-200 K, metode CUP eksternal merupakan metode yang paling tepat sepanjang tersedia data pasar yang kredibel. Majelis menegaskan bahwa database ICIS adalah sumber harga pasar yang transparan, valid, dan diakui luas di industri kimia global. Lebih lanjut, Majelis menilai perbedaan termin pembayaran seharusnya disesuaikan melalui comparability adjustment sebagaimana diatur dalam OECD Guidelines, bukan dijadikan alasan untuk menolak metode CUP. DJP juga tidak berhasil membuktikan bahwa perbedaan termin tersebut cukup material untuk meniadakan kesebandingan. Dengan demikian, metode CUP yang digunakan PTMCPI dinilai lebih rasional dan sesuai dengan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha (PKKU) dibandingkan dengan metode TNMM yang digunakan DJP.
Terkait penggunaan multi-year data, Majelis menafsirkan bahwa ketentuan dalam PMK 213/2016 tentang pendekatan ex-ante tidak dimaksudkan untuk membatasi penggunaan data hanya pada satu tahun pajak. Dalam kondisi fluktuasi ekonomi yang ekstrem seperti pandemi COVID-19, penggunaan data beberapa tahun justru dianggap menghasilkan analisis kewajaran yang lebih andal dan representatif. Majelis juga merujuk pada Putusan Nomor PUT-107502.15/2013/PP/M.XVIIIB Tahun 2019 yang sebelumnya telah mengakui validitas penggunaan multi-year data dalam situasi ekonomi tidak normal. Berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap Dokumen Lokal dan bukti lainnya, Majelis menilai bahwa PTMCPI telah menetapkan kriteria pembanding yang beroperasi secara normal dan relevan dengan aktivitas usaha, sehingga pendekatan tersebut dinilai wajar untuk meningkatkan kesebandingan analisis.
Majelis menyimpulkan bahwa PTMCPI telah berhasil membuktikan kewajaran transaksinya melalui TP Doc. yang lengkap, logis, dan konsisten dengan PMK 213/PMK.03/2016, PER-22/PJ/2013, serta OECD Transfer Pricing Guidelines. Sebaliknya, DJP gagal mempertahankan dasar koreksinya, sehingga Majelis mengabulkan seluruh permohonan banding PTMCPI dan membatalkan koreksi senilai USD532,624 untuk Tahun Pajak 2021.
Putusan ini menjadi pengingat penting bagi praktik transfer pricing di Indonesia bahwa kepatuhan tidak hanya berhenti pada aspek administratif, tetapi juga harus mencerminkan substansi ekonomi melalui analisis fungsi, aset, dan risiko (FAR Analysis), pemilihan metode yang tepat, serta justifikasi pembanding yang dapat dipertanggungjawabkan.
Secara keseluruhan, dalam perkara ini, Majelis memberikan bobot tinggi terhadap bukti empiris dan kualitas Transfer Pricing Documentation (TP Doc.) yang disusun oleh PTMCPI. Majelis menegaskan bahwa metode Comparable Uncontrolled Price (CUP) eksternal merupakan metode yang paling tepat untuk transaksi pembelian produk Cosmonate, karena menggunakan data ICIS yang kredibel, transparan, dan diakui luas di industri kimia. Sementara itu, untuk transaksi afiliasi lainnya, penggunaan multi-year data juga dinilai tepat guna mencerminkan kondisi ekonomi yang fluktuatif selama pandemi COVID-19. Putusan ini menegaskan bahwa baik metode CUP eksternal maupun multi-year data tetap dapat diterima, sepanjang didukung oleh analisis kesebandingan yang wajar dan dapat dipertanggungjawabkan.
Analisa Lengkap dan Komprehensif atas Sengketa ini Tersedia di sini.